.

Pages

SELAMAT DATANG DI WEBSITE KPU KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROV.NUSA TENGGARA TIMUR
  • Garu pancasila adalah lambang negara republik  indonesia.
  • Kota Labuan Bajo  adalah ibukota dari Kabupaten Manggarai Barat. Kabupaten Manggarai Barat adalah suatu kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. .
  • Indahnya pemandangan danau yang sangat begitu indah.
  • Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo .

Komodo Island Home of the Giant Lizard

Unknown | 8:38 AM | 0 comments

Komodo National Park includes Komodo island and the neighbouring islands of Padar and Rinca and Flores. Komodo Island is far and away the home to the famous Komodo dragon(varanus komodoensis), the giant monitor lizard and perhaps the only living cousin of the dinosaur. The locals know them as ORA. They are thought to have swum from Africa and Asia during the age of the dinosaurs. These few islands between the Indonesian islands of Sumbawa and Flores are isolated, barren, and arid, and are surrounded by treacherous seas, factors that would have contributed to the lizard's resistance to extinction. Chinese traders knew about them in the 12th century and used their tough skins for native drums. Dragons are phenomenal swimmers, and their body fluids were used by the Chinese as "swimming medicine".
Komodo Dragon (Varanus komodoensis)
These huge three metre, 100 kg-monsters came to the attention of the Western world only in 1912, after a Dutch scientist published a description of them. Although the lizards came under legislative protection in 1915, hunting continued for 20 years-about 600 ora were killed or embalmed for museums. Fortunately most of Komodo was proclaimed as a National Park in 1980 and now visitors come there from all over the world.
These cold blooded creatures struggle to maintain their body temperature. They are constantly on the move, seeking shade in the day and warm burrows at night. They are most inactive in the midday heat and lie around panting, resisting the temptation of fresh food on the hoof even if it were to present itself.
The dragons have a formidable reputation when it comes to table manners. Their powerful tails immobilise a fleet footed victim and quickly disembowel it using rows of jagged, off-set, razor sharp teeth. The bacteria that flourishes in the dragon's mouth is virulent enough to cause the rapid onset of septicaemia. The tongue is a supersensory smell organ able to detect rotting carrion from as far as 11 kilometres. In the wild, dragon only feed about five times a year so it's usually a frenzy-a mass of slavering, hissing bodies that writhe and claw over each other to snatch the best pieces; antler, bone and fur are all eaten.
Their natural diet of native deer, buffalo, pigs and snakes is occasionally supplemented with generous bites of Homo Sapiens. The village chief's wife has a bite-sized piece missing from her thigh, and a fisherman attending to his net, lost more than a moment's concentration when a fast-moving dragon severed his foot. Yet, rather than kill them, the few hundred islanders have developed a healthy respect for Komodo Dragons.
Indonesia's "Jurassic Park"
On the strangely forebiding island of Komodo is the real life"Jurassic Park" of Indonesia. On visits to this remote island you can see the prehistoric lizard sleeping lazily in the sun or ready to pounce on its prey. The island can only be reached by boat after sailing through the dangerous whirlpools, eddies and fast currents of the Sape sea. Giant waves crash against towering limestone cliffs, whales flip their barnacle encrusted tails and large turtles float by. Beneath the hulls the water boils, and the abundance of diverse coral and marine life that thrive in the spectacularly clear waters are fed by the minerals discharged by the many active volcanoes in the area. Flying foxes (giant bats) swoop past at dusk, and a fiery sunset complete the prehistoric scene. Other exotic species on Komodo include the mound building megapode bird, the sulfur-crested cockatoo and the noisy friar bird.
Kampong Komodo, the only human habitation, is on the east side of the island, but buildings and accommodation appropriate to the reserve's new status as a National Park are to be constructed in Loh Liang(Liang Bay) to the north, where the Komodo people already maintain some gardens and there is year round water. The rest of the island is uninhabited, and the upland valleys are filled with deer and pig on which the big lizards prey, lying in wait, their huge bulk hidden by the long grass, beside their game's accustomed trails to and from water.
One story has it that the Sultan of Bima sent some prisoners to Komodo a few centuries ago, to await an horrific fate at the jaws of the lizards. Some prisoners survived, and their relatives live cautious live as fishermen in Kampong Komodo. Their wooden houses are built on stilts to deter hungry reptiles.
Visitor can moor their schooners at Loh Liang, Komodo's safest bay, and reach the coral encrusted shore by dug out canoe. Some stay overnight in the basic wood and thatch huts, but most prefer to sleep on their boats, leaving just after sunrise to walk the few kilometres uphill to the dragon's liar while it is cool, and the dragons are still letargic. Visitors are discouraged from exploring the island unaccompanied, and are escorted to the viewing platform where there are always a dozen or so dragons lurking in the shade.
Breeding activities
Since 1978 the government of Indonesia has taken a number of measures to conserve and propagate both endangered and other species of wildlife in captivity, in collaboration with international agencies, government organizations and other institutions. The Komodo dragon has been successfully bred in Surabaya Zoo since 1979. (Dept of Forestry,Dept of Tourism, Susan Storm/Garuda 9/95).

Komodo

Unknown | 11:25 PM | 0 comments
 Kerajaan: Animalia
 Filum: Chordata
 Kelas: Reptilia
 Ordo: Squamata
 Upaordo: Autarchoglossa
 Famili: Varanidae
 Genus: Varanus
 Spesies: Varanus. komodoensis
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau KomodoRincaFloresGili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Anatomi dan morfologi

 Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massasekitar 70 kilogram, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti.] Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.

Fisiologi

Komodo yang berjemur.
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan inderavomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.

Ekologi, perilaku dan cara hidup

 Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Floresdan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka darivegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.

Perilaku makan

 Komodo Makan daging.
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.
  
Komodo muda di Rinca yang makan bangkai kerbau.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan. Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakanmetabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burungdan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil. Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal.]Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo. Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsagajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika.
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.

Bisa dan bakteri

Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus variusV. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo.
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.

Reproduksi

Komodo hamil.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara “bergulat” dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan “terkunci” ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satuhemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk “pasangan,” suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu. Komodo membutuhkan tiga sampailimatahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.

Partenogenesis

 
Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang Chester, Inggris.
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi(pembuahan dari perkawinan): ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas. Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan.

Evolusi

Perkembangan evolusi komodo dimulai dengan marga Varanus, yang muncul di Asia sekitar 40 juta tahun yang silam dan lalu bermigrasi keAustralia. Sekitar 15 juta tahun yang lalu, pertemuan lempeng benua Australia dan Asia Tenggara memungkinkan para biawak bergerak menuju wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang. Komodo diyakini berevolusi dari nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta tahun yang lampau, dan meluaskan wilayah persebarannya ke timur hingga sejauh Timor. Perubahan-perubahan tinggi muka laut semenjakzaman Es telah menjadikan agihan komodo terbatas pada wilayah sebarannya yang sekarang.

Komodo dan manusia

  
Koin Rupiah Indonesia yang bergambar komodo.
Penemuan
Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor, menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Nantinya, komodo adalah faktor pendorong dilakukannya ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun 1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong tahun 1933. W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama “Komodo dragon” kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan diMuseum Sejarah Alam Amerika.

Penelitian

Orang Belanda, karena menyadari berkurangnya jumlah hewan ini di alam bebas, melarang perburuan komodo dan membatasi jumlah hewan yang diambil untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi komodo terhenti semasa Perang Dunia II, dan tak dilanjutkan sampai dengan tahun 1950an dan ‘60an tatkala dilakukan penelitian-penelitian terhadap perilaku makan, reproduksi dan temperatur tubuh komodo. Pada tahun-tahun itu, sebuah ekspedisi yang lain dirancang untuk meneliti komodo dalam jangka panjang. Tugas ini jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11 bulan di Pulau Komodo di tahun 1969. Selama masa itu, Walter Auffenberg dan Putra Sastrawan sebagai asistennya, berhasil menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran komodo. Penelitian-penelitian yang berikutnya kemudian memberikan gambaran yang lebih terang dan jelas mengenai sifat-sifat alami komodo, sehingga para biolog seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan kajian yang lebih mendalam.

Konservasi

Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Bertolak dari kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.
Belakangan ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian komodo. Namun pada sisi yang lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komodo, setidaknya sebagian, telah terbiasa pada kehadiran manusia. Komodo-komodo ini terbiasa diberi makan karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada beberapa lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau Padar hampir punah karena kebakaran alami, berkurangnya mangsa, meningkatnya pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang komodo. CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species) telah menetapkan bahwa perdagangan komodo, kulitnya, dan produk-produk lain dari hewan ini adalah ilegal.
Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni 2007, seekor komodo diketahui menyerang seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Anak ini kemudian meninggal karena perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah catatan pertama mengenai serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.

Penangkaran

Komodo di Kebun Binatang Toronto.
Telah semenjak lama komodo menjadi tontonan yang menarik di berbagai kebun binatang, terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya yang membuatnya begitu populer. Meski demikian hewan ini jarang dipunyai kebun binatang, karena komodo rentan terhadap infeksi dan penyakit akibat parasit, serta tak mudah berkembang biak.
Komodo yang pertama dipertontonkan adalah pada Kebun Binatang Smithsonian di tahun 1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup selama dua tahun. Upaya-upaya untuk memelihara reptil ini terus dilanjutkan, namun usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu panjang, rata-rata hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Walter Auffenberg di atas, yang hasilnya kemudian diterbitkan sebagai buku The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor, pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
Telah teramati bahwa banyak individu komodo yang dipelihara memperlihatkan perilaku yang jinak untuk jangka waktu tertentu. Dilaporkan pada banyak kali kejadian, bahwa para pawang berhasil membawa keluar komodo dari kandangnya untuk berinteraksi dengan pengunjung, termasuk pula anak-anak di antaranya, tanpa akibat yang membahayakan pengunjung. Komodo agaknya dapat mengenali orang satu persatu. Ruston Hartdegen dari Kebun Binatang Dallas melaporkan bahwa komodo-komodo yang dipeliharanya bereaksi berbeda apabila berhadapan dengan pawang yang biasa memeliharanya, dengan pawang lain yang kurang lebih sudah dikenal, atau dengan pawang yang sama sekali belum dikenal.
Penelitian terhadap komodo peliharaan membuktikan bahwa hewan ini senang bermain. Suatu kajian mengenai komodo yang mau mendorong sekop yang ditinggalkan oleh pawangnya, nyata-nyata memperlihatkan bahwa hewan itu tertarik pada suara yang ditimbulkan sekop ketika menggeser sepanjang permukaan yang berbatu. Seekor komodo betina muda di Kebun Binatang Nasional di Washington, D.C.senang meraih dan mengguncangkan aneka benda termasuk patung-patung, kaleng-kaleng minuman, lingkaran plastik, dan selimut. Komodo ini pun senang memasuk-masukkan kepalanya ke dalam kotak, sepatu, dan aneka obyek lainnya. Komodo tersebut bukan tak bisa membedakan benda-benda tadi dengan makanan; ia baru memakannya apabila benda-benda tadi dilumuri dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini dapat diperbandingkan dengan perilaku bermain mamalia.
Catatan lain mengenai kesenangan bermain komodo didapat dari Universitas Tennessee. Seekor komodo muda yang diberi nama “Kraken” bermain dengan gelang-gelang plastik, sepatu, ember, dan kaleng, dengan cara mendorongnya, memukul-mukulnya, dan membawanya dengan mulutnya. Kraken memperlakukan benda-benda itu berbeda dengan apa yang menjadi makanannya, mendorong Gordon Burghardt –peneliti– menyimpulkan bahwa hewan-hewan ini telah mementahkan pandangan bahwa permainan semacam itu adalah “perilaku predator bermotif-pemangsaan”.
Komodo yang nampak jinak sekalipun dapat berperilaku agresif secara tak terduga, khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh seseorang yang tak dikenalnya. Pada bulan Juni 2001, serangan seekor komodo menimbulkan luka-luka serius pada Phil Bronstein — editor eksekutif harian San Francisco Chronicle dan bekas suami Sharon Stone, seorang aktris Amerika terkenal — ketika ia memasuki kandang binatang itu atas undangan pawangnya. Bronstein digigit komodo itu di kakinya yang telanjang, setelah si pawang menyarankannya agar membuka sepatu putihnya, yang dikhawatirkan bisa memancing perhatian si komodo. Meski pria itu berhasil lolos, namun ia membutuhkan pembedahan untuk menyambung kembali tendon ototnya yang terluka.

Komodo sees immediate gains from its New7Wonders of Nature status

Unknown | 5:35 AM | 0 comments
The Komodo dragon is the world's largest lizard, and can grow to 3 metres long. On the small Eastern Indonesian islands where it is found, the dragons can kill animals far larger than themselves, including water buffalo, pigs and Timor deer.
The Komodo dragon is the world's largest lizard, and can grow to three metres long. On the small Eastern Indonesian islands where it is found, the dragons can kill animals far larger than themselves, including water buffalo, pigs and Timor deer. The evolutionary development of the carnivorous lizards began with the Varanus genus, which originated in Asia about 40 million years ago.
Following its successful campaign to be elected as one of the New7Wonders of Nature, Indonesia’s Komodo National Park in East Nusa Tenggara has seen a significant upsurge in tourism, with 40,000 visitors recorded in the first quarter of this year.
“The increase is related to the new status,” East Nusa Tenggara Tourism, Art and Culture Agency head Abraham Klakik, told The Jakarta Post. “The local administration is upbeat that the number will increase in the second semester,” he added.
To meet its targets, the regional administration aims to expand the local infrastructure, including the airport, restaurants and hotels.
Meanwhile, The Jarkarta Globe reports that Indonesia’s Vice President Boediono compared the country’s thriving economy to the famous Komodo dragon. “It is meant to characterize an economy that is resilient, buoyant and surprisingly agile,’ he said of the dragon in his keynote speech at the Wharton Alumni Forum 2012, “But yes, the Komodo also bites,” he added.
With some rather well-fed Komodo dragons warming themselves under the hot sun, Bernard Weber, founder and President of New7Wonders, handed over the official Komodo New7Wonders of Nature Certificate of Participation to the Head of Komodo National Park, one of the 28 Official Finalists in the New7Wonders of Nature, and Jusuf Kalla, former Vice President of Indonesia and now the New7Wonders lead champion in the country.
With some rather well-fed Komodo dragons warming themselves under the hot sun, Bernard Weber, founder and President of New7Wonders, handed over the official Komodo New7Wonders of Nature Certificate of Participation to the Head of Komodo National Park, and Jusuf Kalla, former Vice President of Indonesia.
Earlier this month, it was reported that Vietnam’s Halong Bay had benefitted from the New7Wonders effect in the form of a rise in cruise visitor numbers, and the Great Wall of China experienced record visitor growth since being voted one of the New 7 Wonders of the World.
 
Develop by : Hombels
Copyright © 2011. .:: Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat ::. - All Rights Reserved

KPU Kabupaten Manggarai Barat|Komodo|Labuan Bajo|Flores Barat NTT|Call Center KPU +6281384718936